disarikan dari buku- Bothekan Karawitan I, Rahayu Supanggah-2002
C.
Penempatan
Ricikan Gamelan
Dalam penyajian
sebuah gendhing karawitan, penempatan gamelan merupakan salah satu aspek yang
cukup penting, walau memang bukan merupakan sebuah harga mati. Pengaturannya
bisa sangat luwes/fleksibel bergantung pada pertimbangan fungsi/keperluan,
tempat, dan ketersediaan ricikan maupun pengrawit. Pertimbangan utama adalah
fungsi penyajian yaitu kapan dan untuk keperluan apa gamelan digunakan. Secara
umum fungsi dapat dibagi menjadi
dua yaitu mandiri dan untuk keperluan cabang seni lainnya.
Dalam penyajian
karawitan secara mandiri, pertimbangan utama untuk penempatan ricikan adalah
pertimbangan musikal, baik (terutama) untuk musisi sendiri juga untuk para
penikmat, pendengar, atau penonton. Pertimbangan musikal merupakan bermacam
kiat yang diambil oleh para seniman/ direktur artistik dalam upayanya untuk
dapat memberikan sajian karawitan yang maksimal secara kualitas musikal.
Karawitan merupakan
seni milik musik tradisi oral, dengan perkembangan kerja musikal para pengrawit
lebih terjadi dalam bentuk komunikasi atau interaksi auditif. Oleh karena itu
sangat penting untuk diperhatikan bahwa suara sajian tersebut harus dapat
didengar oleh pelaku, yaitu pengrawit, seperti suara aslinya.
Dengan absennya seorang konduktor
visual dalam karawitan, komunikasi dan saling mendengar permainan ricikan
rekannya adalah hal yang sangat penting. Untuk keperluan tersebut, bentuk umum
yang disukai dalam penempatan gamelan adalah bujur sangkar atau persegi panjang
yang tidak berbeda jauh panjang-panjang sisinya. Ukuran sekitar enam kali
delapan meter merupakan ruang yang cukup ideal untuk penempatan gamelan ageng.
Meskipun pertimbangan saling mendengar permainan antar pengrawit adalah hal
yang utama, ada pula beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam
penempatan ricikan gamelan. Berikut ini adalah aspek-aspek yan =g sering
dipertimbangkan
a.
Status
Walau dalam karawitan Jawa berlaku
konsep kesetaraan dan kebersamaan, namun tidak dapat disangkal bahwa ada
beberapa ricikan yang memiliki peran atau jabatan yang lebih tinggi dari
ricikan lainnya. Pentingnya peran suatu ricikan dapat berubah menuruti jenis
gendhing maupun penggunaan perangkat gamelan. Ricikan yang relatif penting
biasanya juga mendapat tempat yang mudah dilihat atau didengar oleh rekan yang
lain maupun penonton. Pesindhen, rebab, dan gender barung biasanya hampir
selalu ditempatkan di bagian paling depan.
b.
Pasangan
Ada sejumlah ricikan yang secara
tradisi dianggap sebagai pasangan atau keluarga ricikan tertentu. Istilah
barung dan panerus, lanang dan wadon, alit dan ageng yang melekat pada ricikan
secara tidak langsung menunjukkan hal tersebut. Penempatan para “pasangan” ini
biasanya akan ditata pada tempat yang tidak berjauhan. Contoh bonang barung dan
bonang panerus, gender barung-panerus, juga ricikan keluarga balungan, maupun
instrumen yang namanya membentuk semacam kata “quasi majemuk” seperti
engkuk-kemong, kenut-klenang.
c.
Warna Suara
Seperti telah dijelaskan untuk
pembagian kelompok perunggu menjadi bilah dan pencon, ricikan yang beda namun
dalam kelompok yang sama cenderung tidak ditempatkan secara berdekatan. Untuk
ricikan pencon misalnya pada bonang dan kenong, untuk bilah digantung gender
dan slenthem. Ricikan dengan warna suara yang sama dan dalam ambitus yang sama,
bila ditempatkan dalam posisi yang berdekatan akan menyulitkan untuk membedakan
suaranya secara jelas. Warna suara lain yang perlu diperhatikan adalah tajam
dan empuk/lembut. Ricikan dengan suara tajam seperti saron panerus, bonang
panerus atau siter cenderung tidak ditempatkan di bagian depan, atau setidaknya
juga dijauhkan dari rebab, pesindhen, muapun pendengar.
d.
Volume
Selain warna suara, ricikan
gamelan juga memiliki pembawaan untuk bersuara keras atau sebaliknya. Adalah
hal yang wajar jika ricikan yang bersuara lembut tidak didekatkan dengan
ricikan yang bersuara keras. Hal ini paling tidak dilakukan untuk kepentingan
para pengrawit agar dapat mendengarkan permainannya sendiri. Meskipun sekarang
teknologi untuk amplifikasi suara dan monitor
sudah cukup jamak diterapkan.
e.
Fungsi
Dari tinjauan garap, pembagian
ricikan menurut fungsinya menjadi ricikan balungan, garap, dan irama. Pengelompokan
ini tampaknya juga berpengaruh
pada pengaturan penempatan ricikan dalam suatu penyajian karawitan mandiri.
Kenong, kethuk-kempyang, kempul, dan gong yang termasuk dalam kelompok
struktural jarang dijauhkan dalam penempatannya. Demikian juga untuk kelompok
ricikan garap dan ricikan balungan.
f.
Pertimbangan lain
Nampak pula ada pertimbangan lain
bahwa ada kesepakatan tak tertulis terkait kendhang yang dianggap sebagai
“dirigen orkes” gamelan. Kendhang sedapat mungkin ditempatkan di tengah-tengah
perangkat gamelan. Posisi kendhang yang demikian memudahkan pengrawit lain
untuk mendengar tabuhannya, sehingga tugas kendhang sebagai pamurba irama akan
dapat terlaksanan dengan baik. Selain itu ada pula kebiasaan pengendhang yang
tidak suka didekatkan dengan ricikan saron panerus atau siter karena
suara/permainan keduanya dapat mengganggu tugas pengendhang sebagai pemimpin
orkes gamelan. Selain suara yang tajam, kedua ricikian ini juga sering nyrimpeti (mengganggu) pekerjaan atau
ras pengendhang. Mereka sering nggandhuli
(membuat lambat) atau nungkak
(mengejar, mendahului) irama dan/atau tempo.
Pada dasarnya
tidak ada perbedaan prinsipil yang menyangkut pengaturan tempat ricikan-ricikan
gamelan antara karawitan mandiri dengan karawitan yang berfungsi melayani
keperluan lain. Namun karena ada
tuntutan kebutuhan tambahan maka bukan tidak mungkin diperlukan modifikasi
penataan ricikan gamelan. Untuk keperluan tari misalnya, kendhang sangat
dibutuhkan perannya sehingga penempatan kendhang harus memungkinkan pengendhang
untuk melihat secara langsung ke arah penari.
Sementara itu
untuk wayang kulit, selain kendhang, gender juga besar peranannya dalam
membantu dhalang karena ia harus selalu nggriming,
bermain sendiri untuk
memberikan clue nada sebelum dhalang suluk atau ada-ada. Selain itu gender selalu memberi grimingan (background music) untuk mendukung suasana ketika dhalang
bercerita, membawakan narasi maupun dialog. Oleh karena itu, penggender harus
tau lambe ati dalang, karakter,
selera, kebiasaan dhalang yang
dilayani. Tidak jarang bahwa penggender adalah saudara dekat, saudara kandhung
bahkan pada dhalang-dhalang lama, kebanyakan penggender adalah istri dhalang.
Sekarang ini kebanyakan istri dhalang adalah pesindhen. Itulah salah satu alasn mengapa
para pesindhen sekarang didudukkan
pada tempat yang dapat berkomunikasi dengan dhalang. Selain dalam penyajian
wayang sekarang ini banyak terjadi dialog antara dhalang dengan sindhen,
penampilan (parade) sindhen sendiri juga merupakan bagian dari tontonan menarik
yang dapat dijual kepada penonton.
No comments:
Post a Comment