Friday, June 21, 2013

Konsep Dasar Karawitan I (bagian-3)

disarikan dari buku- Bothekan Karawitan I, Rahayu Supanggah-2002


C.     Penempatan Ricikan Gamelan

Dalam penyajian sebuah gendhing karawitan, penempatan gamelan merupakan salah satu aspek yang cukup penting, walau memang bukan merupakan sebuah harga mati. Pengaturannya bisa sangat luwes/fleksibel bergantung pada pertimbangan fungsi/keperluan, tempat, dan ketersediaan ricikan maupun pengrawit. Pertimbangan utama adalah fungsi penyajian yaitu kapan dan untuk keperluan apa gamelan digunakan. Secara umum fungsi dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri dan untuk keperluan cabang seni lainnya.
Dalam penyajian karawitan secara mandiri, pertimbangan utama untuk penempatan ricikan adalah pertimbangan musikal, baik (terutama) untuk musisi sendiri juga untuk para penikmat, pendengar, atau penonton. Pertimbangan musikal merupakan bermacam kiat yang diambil oleh para seniman/ direktur artistik dalam upayanya untuk dapat memberikan sajian karawitan yang maksimal secara kualitas musikal.
Karawitan merupakan seni milik musik tradisi oral, dengan perkembangan kerja musikal para pengrawit lebih terjadi dalam bentuk komunikasi atau interaksi auditif. Oleh karena itu sangat penting untuk diperhatikan bahwa suara sajian tersebut harus dapat didengar oleh pelaku, yaitu pengrawit, seperti suara aslinya. Dengan absennya seorang konduktor visual dalam karawitan, komunikasi dan saling mendengar permainan ricikan rekannya adalah hal yang sangat penting. Untuk keperluan tersebut, bentuk umum yang disukai dalam penempatan gamelan adalah bujur sangkar atau persegi panjang yang tidak berbeda jauh panjang-panjang sisinya. Ukuran sekitar enam kali delapan meter merupakan ruang yang cukup ideal untuk penempatan gamelan ageng. Meskipun pertimbangan saling mendengar permainan antar pengrawit adalah hal yang utama, ada pula beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam penempatan ricikan gamelan. Berikut ini adalah aspek-aspek yan =g sering dipertimbangkan
a.       Status
Walau dalam karawitan Jawa berlaku konsep kesetaraan dan kebersamaan, namun tidak dapat disangkal bahwa ada beberapa ricikan yang memiliki peran atau jabatan yang lebih tinggi dari ricikan lainnya. Pentingnya peran suatu ricikan dapat berubah menuruti jenis gendhing maupun penggunaan perangkat gamelan. Ricikan yang relatif penting biasanya juga mendapat tempat yang mudah dilihat atau didengar oleh rekan yang lain maupun penonton. Pesindhen, rebab, dan gender barung biasanya hampir selalu ditempatkan di bagian paling depan.
b.      Pasangan
Ada sejumlah ricikan yang secara tradisi dianggap sebagai pasangan atau keluarga ricikan tertentu. Istilah barung dan panerus, lanang dan wadon, alit dan ageng yang melekat pada ricikan secara tidak langsung menunjukkan hal tersebut. Penempatan para “pasangan” ini biasanya akan ditata pada tempat yang tidak berjauhan. Contoh bonang barung dan bonang panerus, gender barung-panerus, juga ricikan keluarga balungan, maupun instrumen yang namanya membentuk semacam kata “quasi majemuk” seperti engkuk-kemong, kenut-klenang.

c.       Warna Suara
Seperti telah dijelaskan untuk pembagian kelompok perunggu menjadi bilah dan pencon, ricikan yang beda namun dalam kelompok yang sama cenderung tidak ditempatkan secara berdekatan. Untuk ricikan pencon misalnya pada bonang dan kenong, untuk bilah digantung gender dan slenthem. Ricikan dengan warna suara yang sama dan dalam ambitus yang sama, bila ditempatkan dalam posisi yang berdekatan akan menyulitkan untuk membedakan suaranya secara jelas. Warna suara lain yang perlu diperhatikan adalah tajam dan empuk/lembut. Ricikan dengan suara tajam seperti saron panerus, bonang panerus atau siter cenderung tidak ditempatkan di bagian depan, atau setidaknya juga dijauhkan dari rebab, pesindhen, muapun pendengar.
d.      Volume
Selain warna suara, ricikan gamelan juga memiliki pembawaan untuk bersuara keras atau sebaliknya. Adalah hal yang wajar jika ricikan yang bersuara lembut tidak didekatkan dengan ricikan yang bersuara keras. Hal ini paling tidak dilakukan untuk kepentingan para pengrawit agar dapat mendengarkan permainannya sendiri. Meskipun sekarang teknologi untuk amplifikasi suara dan monitor sudah cukup jamak diterapkan.
e.      Fungsi
Dari tinjauan garap, pembagian ricikan menurut fungsinya menjadi ricikan balungan, garap, dan irama. Pengelompokan ini tampaknya juga berpengaruh pada pengaturan penempatan ricikan dalam suatu penyajian karawitan mandiri. Kenong, kethuk-kempyang, kempul, dan gong yang termasuk dalam kelompok struktural jarang dijauhkan dalam penempatannya. Demikian juga untuk kelompok ricikan garap dan ricikan balungan.
f.        Pertimbangan lain
Nampak pula ada pertimbangan lain bahwa ada kesepakatan tak tertulis terkait kendhang yang dianggap sebagai “dirigen orkes” gamelan. Kendhang sedapat mungkin ditempatkan di tengah-tengah perangkat gamelan. Posisi kendhang yang demikian memudahkan pengrawit lain untuk mendengar tabuhannya, sehingga tugas kendhang sebagai pamurba irama akan dapat terlaksanan dengan baik. Selain itu ada pula kebiasaan pengendhang yang tidak suka didekatkan dengan ricikan saron panerus atau siter karena suara/permainan keduanya dapat mengganggu tugas pengendhang sebagai pemimpin orkes gamelan. Selain suara yang tajam, kedua ricikian ini juga sering nyrimpeti (mengganggu) pekerjaan atau ras pengendhang. Mereka sering nggandhuli (membuat lambat) atau nungkak (mengejar, mendahului) irama dan/atau tempo.
Pada dasarnya tidak ada perbedaan prinsipil yang menyangkut pengaturan tempat ricikan-ricikan gamelan antara karawitan mandiri dengan karawitan yang berfungsi melayani keperluan lain.  Namun karena ada tuntutan kebutuhan tambahan maka bukan tidak mungkin diperlukan modifikasi penataan ricikan gamelan. Untuk keperluan tari misalnya, kendhang sangat dibutuhkan perannya sehingga penempatan kendhang harus memungkinkan pengendhang untuk melihat secara langsung ke arah penari.

Sementara itu untuk wayang kulit, selain kendhang, gender juga besar peranannya dalam membantu dhalang karena ia harus selalu nggriming, bermain sendiri untuk memberikan clue nada sebelum dhalang suluk atau ada-ada. Selain itu gender selalu memberi grimingan (background music) untuk mendukung suasana ketika dhalang bercerita, membawakan narasi maupun dialog. Oleh karena itu, penggender harus tau lambe ati dalang, karakter, selera, kebiasaan dhalang yang dilayani. Tidak jarang bahwa penggender adalah saudara dekat, saudara kandhung bahkan pada dhalang-dhalang lama, kebanyakan penggender adalah istri dhalang. Sekarang ini kebanyakan istri dhalang adalah pesindhen. Itulah salah satu alasn mengapa para pesindhen sekarang didudukkan pada tempat yang dapat berkomunikasi dengan dhalang. Selain dalam penyajian wayang sekarang ini banyak terjadi dialog antara dhalang dengan sindhen, penampilan (parade) sindhen sendiri juga merupakan bagian dari tontonan menarik yang dapat dijual kepada penonton.

No comments:

Post a Comment